PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang
memiliki peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai
penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan.
2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak
menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
Pasal 2
(1) Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan
pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
(3) Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam
usahanya:
a. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap; dan
b. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
(4) Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah:
a. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah).
Pasal 3
(1) Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
adalah 1% (satu persen).
adalah 1% (satu persen).
(2) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peredaran
bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang
bersangkutan.
bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang
bersangkutan.
(3) Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah
Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak,
Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan.
Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang
bersangkutan.
(4) Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 4
(1) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
(2) Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 5
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pasal 6
Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 7
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.
Pasal 8
Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan
menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut:
a. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5
(lima) Tahun Pajak;
(lima) Tahun Pajak;
b. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
c. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak
berikutnya.
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak
berikutnya.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria beroperasi secara komersial diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 10
Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut:
1. didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya
Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
2. didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan
bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak
terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku;
bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak
terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah
ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku;
3. didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari
usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak
berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 11
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juni 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal13 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 106
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013
TENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU
I. UMUM
Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang
bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan yang
bersifat final tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan
dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat
Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Tujuan pengaturan ini
adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan penghitungan,
penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang,
selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan
di bidang perpajakan.
Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak,
penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a. penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya;
b. penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c. penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak,
seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau
hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;dan
d. penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
J. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau
penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun
kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan
tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya
termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku
tersebut.
Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir
pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena
memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.
Contoh penentuan peredaran bruto:
Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa
pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui
rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a. Pasar A sebesar Rp 80.000.000,00;
b. Pasar B sebesar Rp 250.000.000,00;
c. Pasar C sebesar Rp 400.000.000,00.
Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar
pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00
(Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).
Ayat (3)
Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui
suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan
gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan
perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha
atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya
tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ini.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 3
Ayat (1)
Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final:
CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau
catatan pada Tahun Pajak 2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013),
memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik pada tahun
2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen), karena
peredaran bruto CV Andik pada Tahun Pajak 2013 tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratusjuta rupiah).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (1) dan ayat (2), pada bulan
Januari sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang
diterima oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun Pajak 2014)
tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen).
Ayat (4)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (3), pada bulan Januari
sampai dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), maka penghasilan yang diperoleh CV Andik
pada tahun 2015 (tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pasal 4
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2),
pada bulan Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah
sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan yang
bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut:
Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1% x Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00
Pasal 5
Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan dari usaha jasa
konstruksi yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah, meskipun
peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi
Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan
tersebut.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Contoh perlakuan kompensasi kerugian:
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010, maka
kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai
dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat fmal berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini maka jangka waktu kompensasi
kerugian tetap dihitung sampai dengan Tahun Pajak 2015.
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan mengalami kerugian
berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan
Tahun Pajak berikutnya.
Pasal 9
Cukup je1as.
Pasal 10
Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar dikenainya Pajak Penghasilan dengan
Peraturan Pemerintah ini, dalam hal:
a. Tahun Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua belas) bulan;
b. Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya
Peraturan Pemerintah ini pada bulan sebelum bulan berlakunya Peraturan Pemerintah
ini; dan
c. Wajib Pajak baru terdaftar setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun
Pajak pertama,
adalah sebagai berikut:
1) PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak.
Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama
bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 adalah Rp150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/5 = Rp360.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.00,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun
2014 dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah
ini.
2) PT Daya Tangkap terdaftar 3 (tiga) bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah
ini pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan tersebut adalah Rp150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah).
Peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi
Rp 4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang
diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir
tahun pajak bersangkutan, dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah ini
3) Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014.
Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar
Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penghasilan bruto bulan November 2014
disetahunkan adalah: 12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00
Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai
Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 11
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5424
Tidak ada komentar:
Posting Komentar