BERSAMA KITA MAJU

MARI KITA MENGHITUNG, MEMBAYAR DAN MELAPOR PAJAK DENGAN BAIK DAN BENAR

Minggu, 08 Juli 2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/PMK.03/2012

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
     NOMOR 84/PMK.03/2012
      TENTANG
       TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN
         ATAU PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK
                 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
                MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a.  bahwa ketentuan mengenai tata cara pembuatan dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur
 Pajak telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
 Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;


b. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
 Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
 Nomor 42 Tahun 2009, perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tata cara pembuatan
 dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak sebagaimana tersebut huruf a;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk
 melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (8) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
 Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
 beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan
 Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian
 Faktur Pajak;
Mengingat :
1.  Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
 Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
 Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
 Republik Indonesia Nomor 4999);
2.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
 Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan
 Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
 dengan undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3.  Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
 Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai
 Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
4.  Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;
            MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN TATA CARA PEMBETULAN ATAU
PENGGANTIAN FAKTUR PAJAK.
      Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.  Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
 Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
 beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
2.  Barang Kena Pajak adalah barang yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
 Nilai.
3.  Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
4. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan
 penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
5. Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
 penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
 Nilai.

      Pasal 2
(1)  Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:
 a. penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan/
  atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
 b.  penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
  Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
 c.  ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f
  Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
 d.  ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
  huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/ atau
 e.  ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang
  Pajak Pertambahan Nilai.
(2)  Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:
 a.  saat penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a
  dan/atau Pasal 16D Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
 b.  saat penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c
  Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
 c.  saat ekspor Barang Kena Pajak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
  f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai;
 d. saat ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
  huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai; dan/atau
 e.  saat ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h
  Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(3)  Penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a untuk:
 a.  penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
  bergerak, terjadi pada saat:
  1.  Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada pembeli
   atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli;
  2.  Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan secara langsung kepada penerima
   barang untuk pemberian cuma-cuma, pemakaian sendiri, dan penyerahan dari pusat
   ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan antar cabang;
  3.  Barang Kena Pajak berwujud tersebut diserahkan kepada juru kirim atau pengusaha
   jasa angkutan; atau
  4.  harga atas penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan,
   atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan
   prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten.
 b.  penyerahan Barang Kena Pajak berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
  tidak bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai Barang
  Kena Pajak berwujud tersebut, secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
 c.  penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud, terjadi pada saat:
  1. harga atas penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud diakui sebagai piutang atau
   penghasilan, atau pada saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak,
   sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
   atau
  2. kontrak atau perjanjian ditandatangani, atau saat mulai tersedianya fasilitas atau
   kemudahan untuk dipakai secara nyata, sebagian atau seluruhnya, dalam hal saat
   sebagaimana dimaksud pada angka 1 tidak diketahui.
 d.  Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak
  untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan terjadi, adalah
  pada saat yang terjadi lebih dahulu di antara saat:
  1.  ditandatanganinya akta pembubaran oleh Notaris;
  2.  berakhirnya jangka waktu berdirinya perusahaan yang ditetapkan dalam Anggaran
   Dasar;
  3. tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perusahaan dibubarkan; atau
  4.  diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan
   usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdasarkan data
   atau dokumen yang ada.
 e.  pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran,
  pemecahan, dan pengambilalihan usaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 1A ayat  (2)
  huruf d Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai atau perubahan bentuk usaha, terjadi pada
  saat:
  1. disepakati atau ditetapkannya penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan,
   pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha sesuai hasil Rapat Umum
   Pemegang Saham yang tertuang dalam perjanjian penggabungan, peleburan,
   pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha; atau
  2.  ditandatanganinya akta mengenai penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan
   atau pengambilalihan usaha, atau perubahan bentuk usaha oleh Notaris.
(4) Penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terjadi pada saat:
 a.  harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai piutang atau penghasilan, atau pada
  saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak, sesuai dengan prinsip akuntansi
  yang berlaku umum dan diterapkan secara konsisten;
 b.  kontrak atau perjanjian ditandatangani, dalam hal saat sebagaimana dimaksud pada huruf a
  tidak diketahui; atau
 c.  mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara nyata, baik sebagian atau
  seluruhnya, dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.
(5) Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terjadi pada saat
 Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.
(6)  Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terjadi pada
 saat Penggantian atas Barang Kena Pajak Tidak Berwujud yang diekspor tersebut dicatat atau diakui
 sebagai piutang atau penghasilan.
(7) Ekspor Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e terjadi pada saat Penggantian
 atas jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai piutang atau penghasilan.

      Pasal 3
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) juga harus dibuat pada:
1.  saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang
 Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
2.  saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
3.  saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

      Pasal 4
(1)  Pedagang eceran yang membuat Faktur Pajak tanpa mencantumkan keterangan mengenai identitas
 pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, tidak diterbitkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana
 dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
(2)  Pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam
 kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai
 berikut:
 a.  melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari 1 (satu) tempat
  konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
 b.  dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa
  didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
 c.  pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai
  dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang
  dibelinya.
(3) Termasuk dalam pengertian pedagang eceran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pengusaha
 Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak
 dengan cara sebagai berikut:
 a.  melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung
  mendatangi dari 1 (satu) tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
 b.  dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis,
  pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
 c.  pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.

      Pasal 5
(1)  Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3, Pengusaha
 Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan
 kepada pembeli Barang Kena Pajak dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu)
 bulan kalender.
(2)  Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Faktur Pajak gabungan.
(3)  Faktur Pajak gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/
 atau Jasa Kena Pajak.

      Pasal 6
(1)  Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pengusaha Kena Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan
 sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat, tidak diperlakukan sebagai Faktur Pajak.
(2)  Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap
 tidak menerbitkan Faktur Pajak.
(3)  Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
 tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan.

      Pasal 7
Atas pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak untuk tujuan produktif yang tidak
dilakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikecualikan dari penerbitan Faktur Pajak.

      Pasal 8
(1)  Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
 penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:
 a.  nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
  Jasa Kena Pajak;
 b.  nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa
  Kena Pajak;
 c.  jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
 d.  Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
 e.  Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
 f.  kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
 g.  nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
(2)  Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan
 dengan Faktur Pajak.
(3)  Persyaratan yang harus dipenuhi dan keterangan yang harus dicantumkan dalam dokumen tertentu
 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
(4)  Dalam hal Faktur Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3),
 Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak merupakan Pajak Masukan yang tidak
 dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak.

      Pasal 9
(1)  Faktur Pajak wajib diisi secara lengkap, jelas, dan benar.
(2)  Pengusaha Kena Pajak yang membuat Faktur Pajak tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud
 pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
 mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.

      Pasal 10
(1)  Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan
 dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud
 dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
(2)  Pengadaan formulir Faktur Pajak dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak.

      Pasal 11
Faktur penjualan yang mencantumkan keterangan sesuai dengan keterangan yang dicantumkan dalam Faktur
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), dan pengisiannya dilakukan sesuai dengan tata cara
pengisian keterangan pada Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak,
termasuk dalam pengertian Faktur Pajak.

      Pasal 12
(1)  Atas Faktur Pajak yang cacat, rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak
 memuat keterangan yang lengkap, jelas dan benar, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur
 Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti.
(2)  Atas Faktur Pajak yang hilang, baik Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan maupun pihak yang
 menerima Faktur Pajak tersebut dapat membuat copy dari Faktur Pajak dan dilegalisir oleh Kantor
 Pelayanan Pajak.
(3)  Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Rena Pajak dan/atau penyerahan Jasa
 Kena Pajak yang Faktur Pajaknya telah diterbitkan, Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur
 Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak.

      Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a.  bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak;
b. tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak;
c.  prosedur pemberitahuan dalam rangka pembuatan Faktur Pajak;
d.  tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak; dan
e.  tata cara pembatalan Faktur Pajak,
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

      Pasal 14
Terhadap penerbitan Faktur Pajak yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 4, berlaku
ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42
Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan
Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

      Pasal 15
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.03/2010 tentang Tata
Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.

      Pasal 16
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.


      Ditetapkan di Jakarta
      pada tanggal 6 Juni 2012
      MENTERI KEUANGAN,
      ttd.
      AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Juni 2012
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN



      BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 584

Tidak ada komentar:

Posting Komentar